1. Tidak
ada masalah lurahnya Muslim, cariknya Katolik, kamituwonya Hindu, kebayannya
Gatholoco, atau apapun.. jangankan kerja sama dengan sesame manusia, sedangkan
dengan kerbau dan sapi pun kita bekerja sama nyingkal dan nggaru sawah.
2. Agama
adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu
mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Bila kita cuma
puasa, shalat, baca al-quran, pergi kebaktian, misa, datang ke pura, menurut
saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan
kita tidak mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak
terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama.
3. Kalo kambing, biarkan
dia jadi kambing. Kalau kerbau, biarkan dia jadi kerbau. Yang penting jangan
kambing di kerbau-kerbaukan, atau kerbau di kambing-kambingkan.
4. Orang yang saling
mencintai itu akan saling memberi dan saling mengalah.
5. Yang
diagungkan orang-orang modern seperti di kampus-kampus adalah sains, namun
melupakan etika. Dan yang diagung-agungkan oleh kyai dan santri di
pesantren-pesantren adalah etika, namun melupakan sains. Padahal keduanya harus
seimbang.
6. Setiap kita menutup
pembicaraan kita, selalu ditutup dengan kalimat “Wabillahi taufik wal
hidayah”. Taufik adalah rahmat persatuan, yaitu kita bersatu padu dengan
satu sama lain yang berbeda, untuk merumuskan kehidupan yang lebih mulia.
setelah itu Allah akan memberikan hidayah. Maka sebelum hidayah turun, maka
harus mendapat taufik dulu, yaitu rahmat persatuan. Karena hidayah itu tidak
akan turun sebelum taufik tercipta.
7. Kita memang bangsa
besar yang luar biasa. Kita tersenyum, ada kepentingan atau tidak. Beda dengan
di Jerman atau negara kapitalis lain. Di sana,
kalau ada pelayan tersenyum, itu bukan menyenyumi anda sebagai manusia. Yang
disenyumi adalah uang yang akan kau belanjakan.
8. Pikiran itu bekerja dengan sendirinya,
seperti juga jantung dan usus. Bukankah seseorang tiba-tiba pada suatu
malam sunyi memperoleh idea tau ilham? Atau mendadak terpikir sesuatu
olehnya?
9. Kalau ia susah payah narik taksi
sekedar untuk cari makan, alangkah ruginya ! hal demikian cukup dilakukan
oleh ayam. Bukankah sambil menyetir taksi, dia bias merenungkan sesuatu
hal, bias berdzikir dengan ucapan yang sesuai dengan tahap penghayatan
atau kebutuhan hidupnya, bias mengamati macam-macam manusia, bias belajar
kepada sebegit banyak peristiwa.
10. Kalian berbicara bahwa dunia sudah
semakin rusak dan akan semakin rusak. Siapa yang merusak? Kalian sendiri.
11. Allah meninggikan langit dan meletakan
perimbangan. Demikianlah hukum nilai Allah. Karena itu orang disuruh
shalat, yaitu menyesuaikan diri dengan hukum keseimbangan itu.
12. Manusia tidak
sempurna: dia harus selalu berendah hati dan siap mengakui kekurangan dan
kelebihannya.
13. Di Akhirat kelak, seluruh hakikat
hidup kita mengemukakan dirinya secara jujur, tak bisa kita rencanakan,
tak bisa kita politisasi atau manipulasi.
14. Salah satu unsur
cinta dewasa adalah empati: mengambil kepentingan pihak lain yang kita cintai
menjadi concern (perhatian) kita. Lalu kekasih kita haus, maka kita yang gugup
mencarikan air minum. Kalau kekasih kita terluka, perasaan kita yang
mengucurkan darah. Kata penyair Sutardji Calzoum Bahri: yang terluka padamu,
berdarah padaku.
15. Nilai perjuangan di
mata Allah dan hakikat kebenaran tidak ditentukan oleh berhasil tidaknya suatu
perjuangan. Melainkan ditentukan oleh kesetiaan daya juang sampai batas yang
seharusnya dilakukan.
16. Saya sangat mencintai
manusia, yang baik ataupun yang jahat. Yang baik saya cintai dengan memujinya,
yang jahat saya cintai dengan mengkritiknya, ishlah atau apa pun yang
berorientasi kepada kebaikan dan keselamatan.
17. Kita dilarang
membiarkan kebodohan. Apalagi kebodohan yang sombong.
18. Di
tengah seribu hal yang menyumpekkan, tak kurang jua yang meringankan.
19. Kambing
jangan seenaknya menyimpulkan bahwa harkatnya lebih tinggi daripada ayam,
karena makanannya rumput dan dedaunan sementara ayam makan debu dan ulat-ulat
kotor. Sebab kebudayaan ayam memiliki perspektif nilai-nilainya sendiri,
memiliki acuan estetika dan hukum kesehatannya sendiri, yang tidak bisa
dibandingkan dengan kerangka acuan kambing.
20. Keburukan itu tidak ada. Keburukan adalah kebaikan
yang tidak diletakan pada ruang dan waktu yang semestinya. Sama halnya dengan
kebencian, sesungguhnya ia adalah gelar dari cinta yang disakiti.
21. Zaman ini adalah zaman yang paling merasa tahu segala
sesuatu, tetapi dimana-mana terjadi kedunguan dan ketidaktahuan terhadap hakikat
kehidupan disbanding peradaban-peradaban masa silam. Alangkah sakit jiwanya.
22. Zaman
sekarang adalah zaman yang mengaku paling sehat dan memuncaki ilmu dan
tekhnologi kesehatan, tetapi berderet-deret penyakit baru muncul. Alangkah
sakit jiwanya.
23. Zaman
sekarang adalah zaman dimana nilai-nilai, substansi, makna kata, hakikat
realitas, dijungkirbalikan secara sengaja seperti menaruh bola mata dibalik
ketiak. Alangkah sakit jiwanya.
24. Orang
yang kehilangan, setidaknya akan ingat bahwa ia kehilangan. Tapi kalau terlalu
lama ia merasa kehilangan sesuatu, akhirnya yang hilang bukan hanya sesuatu
itu, tetapi juga rasa kehilangan itu sendiri.
25. Kenapa kita tak bersedia merasa sebagai
anak yang sedang belajar, sehingga ketidakmampuan itu wajar dan tak perlu
ditutup-tutupi. Kenapa kita cenderung menciptakan diri menjadi nabi-nabi kecil
yang bersabda dengan gagah perkasa.
26. Yang
kita kehendaki dari anak-anak kita terutama adalah kepatuhan dan ketertiban
dalam ukuran-ukuran kita sendiri. Kita kurang memiliki tradisi empati untuk
membayangkan dan sampai batas tertentu membiarkan anak-anak kita menjadi diri
mereka sendiri.
27. Manusia
mesti memutuskan sesuatu untuk menemukan dirinya kembali, memilih tempatnya
berpijak, menentukan kedudukannya. Di tengah ilmu yang makin menumbuhkan ruh.
Di tengah pengebirian agama, pendangkalan kebudayaan, ironi kenyataan yang
palipurna, penindasan yang disamarkan, penjajahan dengan senyuman. Ini zaman
darurat, apa yang bias kau perbuat? Mengubah masyarakat? Itu impian sekarat.
28. Kehidupan berhenti ketika seseorang memilih aman
daripada gelisah dan resiko.
_________ Bersambung _________