Senin, 29 Februari 2016

Menembus Batas (2)




1. Tidak ada masalah lurahnya Muslim, cariknya Katolik, kamituwonya Hindu, kebayannya Gatholoco, atau apapun.. jangankan kerja sama dengan sesame manusia, sedangkan dengan kerbau dan sapi pun kita bekerja sama nyingkal dan nggaru sawah.



2. Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Bila kita cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi kebaktian, misa, datang ke pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama.

3. Kalo kambing, biarkan dia jadi kambing. Kalau kerbau, biarkan dia jadi kerbau. Yang penting jangan kambing di kerbau-kerbaukan, atau kerbau di kambing-kambingkan.

4. Orang yang saling mencintai itu akan saling memberi dan saling mengalah.



5. Yang diagungkan orang-orang modern seperti di kampus-kampus adalah sains, namun melupakan etika. Dan yang diagung-agungkan oleh kyai dan santri di pesantren-pesantren adalah etika, namun melupakan sains. Padahal keduanya harus seimbang.


6. Setiap kita menutup pembicaraan kita, selalu ditutup dengan kalimat “Wabillahi taufik wal hidayah”. Taufik adalah rahmat persatuan, yaitu kita bersatu padu dengan satu sama lain yang berbeda, untuk merumuskan kehidupan yang lebih mulia. setelah itu Allah akan memberikan hidayah. Maka sebelum hidayah turun, maka harus mendapat taufik dulu, yaitu rahmat persatuan. Karena hidayah itu tidak akan turun sebelum taufik tercipta.

7. Kita memang bangsa besar yang luar biasa. Kita tersenyum, ada kepentingan atau tidak. Beda dengan di Jerman atau negara kapitalis lain. Di sana, kalau ada pelayan tersenyum, itu bukan menyenyumi anda sebagai manusia. Yang disenyumi adalah uang yang akan kau belanjakan.
 
8. Pikiran itu bekerja dengan sendirinya, seperti juga jantung dan usus. Bukankah seseorang tiba-tiba pada suatu malam sunyi memperoleh idea tau ilham? Atau mendadak terpikir sesuatu olehnya?

9. Kalau ia susah payah narik taksi sekedar untuk cari makan, alangkah ruginya ! hal demikian cukup dilakukan oleh ayam. Bukankah sambil menyetir taksi, dia bias merenungkan sesuatu hal, bias berdzikir dengan ucapan yang sesuai dengan tahap penghayatan atau kebutuhan hidupnya, bias mengamati macam-macam manusia, bias belajar kepada sebegit banyak peristiwa.

10. Kalian berbicara bahwa dunia sudah semakin rusak dan akan semakin rusak. Siapa yang merusak? Kalian sendiri.

11. Allah meninggikan langit dan meletakan perimbangan. Demikianlah hukum nilai Allah. Karena itu orang disuruh shalat, yaitu menyesuaikan diri dengan hukum keseimbangan itu.

12. Manusia tidak sempurna: dia harus selalu berendah hati dan siap mengakui kekurangan dan kelebihannya.

13. Di Akhirat kelak, seluruh hakikat hidup kita mengemukakan dirinya secara jujur, tak bisa kita rencanakan, tak bisa kita politisasi atau manipulasi.


14. Salah satu unsur cinta dewasa adalah empati: mengambil kepentingan pihak lain yang kita cintai menjadi concern (perhatian) kita. Lalu kekasih kita haus, maka kita yang gugup mencarikan air minum. Kalau kekasih kita terluka, perasaan kita yang mengucurkan darah. Kata penyair Sutardji Calzoum Bahri: yang terluka padamu, berdarah padaku.

15. Nilai perjuangan di mata Allah dan hakikat kebenaran tidak ditentukan oleh berhasil tidaknya suatu perjuangan. Melainkan ditentukan oleh kesetiaan daya juang sampai batas yang seharusnya dilakukan.

16. Saya sangat mencintai manusia, yang baik ataupun yang jahat. Yang baik saya cintai dengan memujinya, yang jahat saya cintai dengan mengkritiknya, ishlah atau apa pun yang berorientasi kepada kebaikan dan keselamatan.

17. Kita dilarang membiarkan kebodohan. Apalagi kebodohan yang sombong.

18. Di tengah seribu hal yang menyumpekkan, tak kurang jua yang meringankan.

19. Kambing jangan seenaknya menyimpulkan bahwa harkatnya lebih tinggi daripada ayam, karena makanannya rumput dan dedaunan sementara ayam makan debu dan ulat-ulat kotor. Sebab kebudayaan ayam memiliki perspektif nilai-nilainya sendiri, memiliki acuan estetika dan hukum kesehatannya sendiri, yang tidak bisa dibandingkan dengan kerangka acuan kambing.

20. Keburukan itu tidak ada. Keburukan adalah kebaikan yang tidak diletakan pada ruang dan waktu yang semestinya. Sama halnya dengan kebencian, sesungguhnya ia adalah gelar dari cinta yang disakiti.


21. Zaman ini adalah zaman yang paling merasa tahu segala sesuatu, tetapi dimana-mana terjadi kedunguan dan ketidaktahuan terhadap hakikat kehidupan disbanding peradaban-peradaban masa silam. Alangkah sakit jiwanya.


22. Zaman sekarang adalah zaman yang mengaku paling sehat dan memuncaki ilmu dan tekhnologi kesehatan, tetapi berderet-deret penyakit baru muncul. Alangkah sakit jiwanya.

23. Zaman sekarang adalah zaman dimana nilai-nilai, substansi, makna kata, hakikat realitas, dijungkirbalikan secara sengaja seperti menaruh bola mata dibalik ketiak. Alangkah sakit jiwanya.

24. Orang yang kehilangan, setidaknya akan ingat bahwa ia kehilangan. Tapi kalau terlalu lama ia merasa kehilangan sesuatu, akhirnya yang hilang bukan hanya sesuatu itu, tetapi juga rasa kehilangan itu sendiri.

25. Kenapa kita tak bersedia merasa sebagai anak yang sedang belajar, sehingga ketidakmampuan itu wajar dan tak perlu ditutup-tutupi. Kenapa kita cenderung menciptakan diri menjadi nabi-nabi kecil yang bersabda dengan gagah perkasa.


26. Yang kita kehendaki dari anak-anak kita terutama adalah kepatuhan dan ketertiban dalam ukuran-ukuran kita sendiri. Kita kurang memiliki tradisi empati untuk membayangkan dan sampai batas tertentu membiarkan anak-anak kita menjadi diri mereka sendiri.

27. Manusia mesti memutuskan sesuatu untuk menemukan dirinya kembali, memilih tempatnya berpijak, menentukan kedudukannya. Di tengah ilmu yang makin menumbuhkan ruh. Di tengah pengebirian agama, pendangkalan kebudayaan, ironi kenyataan yang palipurna, penindasan yang disamarkan, penjajahan dengan senyuman. Ini zaman darurat, apa yang bias kau perbuat? Mengubah masyarakat? Itu impian sekarat.
 
28. Kehidupan berhenti ketika seseorang memilih aman daripada gelisah dan resiko.


 


                  _________  Bersambung _________
















 

2 komentar: